BANDOENGMOOI – Komunitas LongserĀ Bandoengmooi kerjasama UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, juga kolaborasi dengan SMA Islam Terpadu Raudhatul Jannah Cilegon Banten gelar pertunjukan seni longser berjudul Juragan Kumed, Rabu. 24 Januari 2024 di Gedung Pusat Kebudayaan (GPK) Jawa Barat Jl. Naripan 7-9 Bandung.
Pengasuh Longser Bandoengmooi, Hermana HMT mengatakan, pertunjukan longser ini merupakan kali ketiga digelar di GPK dalam upaya menghidupkan gedung bersejarah tersebut sebagai pesat kegiatan seni dan budaya sekaligus menyediakan hiburan bagi masyarakat dan meningkatkan kunjungan pariwisata ke kawasan jalan Braga ā Naripan Kota Bandung.
āSetiap bulan kami berharap bisa mengisi satu kali pertunjukan seni longser di GPK/YPK. Selain mengakrabkan, mempublikasikan dan mempromosikan seni longser pada masyarakat penyangganya sebagai tontonan teater tradisonal yang menghibur dan mengedukasi, juga ciptakan pariwisata dan ekonomi kreatif berbasis pertunjukan seni,ā ujar Hermana.
Menurutnya, pertunjukan longser Juragan Kumed digarap berbeda dengan pertunjukan sebelumnya. Biasanya cerita disampaikan dengan bahasa Sunda, sekarang lebih dominan bahasa Indonesia. Musik tidak lagi menggunakan gamelan salendro, tapi digarap dalam bentuk kolaborasi etnik atau campuran musik, lagu tradisonal dan modern.
āAlasan kami buat seperti itu diantaranya untuk mendekatkan seni longser pada generasi Z yang kurang menguasai bahasa daerah khususnya bahasa Sunda, pendengaran dan tontonnya lebih dominan seni modern dan kekinian. Setelah mereka akrab dalam bentuk yang ditawarkan diharapkan ke depan mereka lebih mudah mencintai seni longser yang orisinil tradisional,ā ungkapnya.
Pertunjukan longser Juragan Kumed didukung para pemain; Dio, Hafidz, Ihval, Robby, Dimas, Obi, Melodia, Siti, John, Syifa, Edja, Lina, Rivani, Rasyid, Agoy, Iki, Khana, dan Mudit mengisahkan tokoh Somad, seseorang yang kaya raya tapi kikir dan lebih mementingkan diri sendiri. Demi meraup keuntungan yang lebih besar, tanahnya yang dianggap kurang produktif difungsikan sebagai tempat pembuangan sampah, dan setiap truk yang membuang sampah ke tempatnya mesti bayar.
Setengah luas tanah Desa adalah milik Somad, sehingga pengairan terhadap lahan pertanian pun dikuasainya. Masyarakat yang memiliki sawah di sekitar milik Somad jarang kebagian air terutama di musim kemarau. Masyarakat pun sering mengalah karena kebengisan para centeng yang tidak segan-segan memukulinya jika berani menutup sementara aliran air ke pesawahan milik Somad.
Masyarakat mengadu pada kepala Desa tentang perlakuan Somad dan anak buahnya yang hanya mementingkan kepentingan dirinya. Namun kepala Desa tidak bisa bertindak apa-apa terhadap Somad, bahkan dia bersekongkol karena dapat uang sogokan dari Somad yang sangat besar.
Disisi lain Somad punya permasalah dengan cintanya. Sejak menginjak dewasa hingga tua dia tidak punya istri. Perempuan yang menjadi sahabat sejak kecil hingga remaja tidak menerima cintanya. Euis lebih terpikat pada laki-laki lain, lalu pergi meninggalkan Somad.
Tapi cinta Somad pada Euis tetap tumbuh. Hatinya tidak bisa berpaling pada wanita lain. Dalam kesendiriannya Euis masih dinanti-nanti, Somad masih berharap Euis datang kepadanya dan minta dinikahinya. Somad ingin hidup bersama dengan Euis menikmati kekayaan yang dimilikinya.
Euis datang pada Somad, tapi dia tidak minta dinikahi melainkan menutut pertanggungjawaban pada Somad atas kematian anaknya buah perkawinan dengan laki-laki lain karena tertimbun sampah yang longser ditempat pembuangan sampah milik Somad. Tapi Somad tidak mau bertanggungjawab karena merasa anak Euis meninggal bukan kesalahannya, bahkan menuding Euis ingin minta ganti rugi.
Niat Euis ingin Somad sadar bahwa tindakannya selama ini telah melukai hati banyak orang. Tapi hati Somad sudah membatu, Dia tidak peduli pada sesama susah karenanya dan semua yang dimiliki meyakini buah usaha dirinya tanpa campur tangan orang lain, dia tidak mau berbagi sedikitpun jika tanpa ada balas jasanya.
Tuhan maha berkehendak. Somad yang merasa disayang Tuhan menyakini hidupnya bisa lebih lama, tapi pada akhirnya dia mesti menemui takdir, menjemput sumpah serapahnya. Dia meninggal dunia tertimbun hartanya dan tumpukan sampah yang longsor terbawa banjir.
āKisah Juragan Kumed terinspirasi dari tragedi longsornya tempat pembuangan sampah di Leuwigajah Kota Cimahi. Semoga pertunjukan longser ini dapat menghibur para penonton dan mengedukasi betapa pentingnya berbagi, menyadari bahwa kekuasaan dan harta di dinia bersifat sementara. Disamping itu kami mengingatkan agar kita senantiasa menjaga lingkungan hidup suapaya terhindar dari bencana akibat kelalaian diri kita,ā pungkas Hermana.**