Bandoengmooi berdiri 26 September 1996, merupakan sebuah komunitas yang independen. Fokus pada pengembangan sumber daya manusia di dunia seni dan budaya. Siapa pun boleh masuk dan terlibat langsung di komunitas ini, wujud terpenting adalah dedikasinya terhadap pemajuan pendidikan, konservasi, revitalisasi, dan inovasi seni dan budaya lokal.
Ditengan panasnya suhu politik di Indonesia dan pembungkaman terhadap pers, tahun 1997 Bandoengmooi secara sembunyi-sembunyi gelar Diskusi Kebebasan Pers dengan mengundang pers mahasiswa se Indonesia.Tahun 1998 Bandoengmooi pertama kali gelar pertunjukan Teater Monolag Berjudul Terkapar Aktor/karya Hermana HMT dan Brehoh karya Aendra H. Medita. Dari tahun 1998 sampan sekarang Bandoengmooi lebih dominan gelar pertunjukan teater, baik teater modern maupun teater tradisional (Longser).
Bandoengmooi didirikan oleh jurnalis dan pelaku seni, diantaranya Aendra H. Medita, Dodi Rosadi dan beberapa orang pelaku seni lainnya. Walau pentolan-pentolan Bandoengmooi sudah pada sibuk dengan pekerjaanya masing-masing namun tetap menjalin komunikasi dan senantiasa dapar support dari mereka. Dibawah pembinaan Hermana HMT kini Bandoengmooi kembangkan pelatihan teater tradisonal longser, teater modern, musik, seni kirab budaya Bangbarongan Munding Dongkol, melakukan pemulyaan terhadap air bersih melalui kegitan Ritual Ngalokat Cai, dan gelar pertunjukan seni dengan konsisten mengusung tema pemeliharaan lingkungan hidup serta kritik sosial lewat bahasa seni.
Komunitas ini didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya maksud dan tujuan:
- Turut membantu program pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, khususnya dibidang pendidikan, konservasi, revitalisasi, dan inovasi seni dan budaya.
- Turut mengembangkan sunbar daya manusia, agar terwujud manusia yang cerdas, trampil, cekatan, mandiri dan bertanggungjawab.
- Sebagai media komunikasi dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam wujud seni dan budaya.
- Turut mewacanakan nilai-nilai budaya lokal ke tingkat global.
Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, Bandoengmooi senantiasa melakukan berbagai usaha yang tidak bertentangan dengan hukum/undang-undang yang berlaku. Usaha ini meliputi:
- Menyelenggarakan pendidikan/workshop/pelatihan di bidang seni budaya.
- Membangun kesadaran masyarakat akan hak-hak dan kewajibanya sebagai individu dan mahluk sosial dengan pendekatan seni budaya.
- Menyelenggarakan diskusi/seminar/saresehan berbagai masalah, media komunikasi, sosial lewat seni budaya di tingkat lokal maupun internasional.
- Menyelenggarakan berbagai event pertunjukan berbagai bentuk seni dan budaya lokal.
Bandoengmooi dan Teater Sabrena
Konsep Bandoengmooi, karya seni yang baik bukan semata dapat dinikmati, seni juga harus mampu membangun peradaban. Seni menuntun terjadinya perubahan sosial. Karya seni yang baik adalah karya seni yang mengajarkan nilai-nilai moral yang baik. Jadi kesenian dipersepsi secara didaktis sebagai sarana untuk mewujudkan tatanan sosial yang lebih baik. Dalam kerangka didaktis ini, keindahan tidak dapat dievaluasi terpisah dari kegunaan sosial. Suatu karya yang indah mesti juga berguna secara sosial. Di situ, persoalan kesenian dan persoalan perubahan sosial bukanlah dua hal yang terpisah.
Kehidupan seni dan berkesenian seseorang dalam lingkungan alam sekitarnya merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Karena baik dari diri manusia maupun dengan alam saling memberikan inspirasi bersimbiosis mutualisme untuk menuju terciptanya suatu karya yang mengarah pada penyadaran diri terhadap kelestarian alam. Dengan sikap budaya yang arif, seni sebagai media agar alam tetap terjaga, tidak punah dan tidak rusak.
Hermana berpandangan bahwa realitas kehidupan di teater jangan berhenti pada waktu pertujukan usai. Teater diharapkan memberikan semangat untuk kehidupan manusia, setidaknya sebagai refleksi, tingkatkan kecerdasan, bangun kesadaran dan keindahan artistik dari gagasan-gagasan yang ditawarkan.
Dalam membuat pertunjukan teater “modern”, Bandoengmooi lebih mengacu pada semangat Longser salah satu teater rakyat Jawa Barat. Spirit itu menjadi ide dan mewujud dalam konsep baru dengan sebutan “Teater Sabrehna”. Kata Sabrehnadiambil dari bahasa Sunda yang mengandung arti apa adanya, tampak seperti itu. Konsep Teater Sabrekna Hermana bukan sekedar apa adanya, namun mengandung arti tidak dikatagorikan penganut teori dan metode teater tertentu. Sabrehna menjadi kekuatan dalam bentuk melalui proses panjang dari apapun yang dilihat, apapun yang dipikirkan, apapun yang dirasakan, dan apapun yang digerakan pada koridor kesadaran penuh, tanpa melupakan etika dan estetika sebagai tanggung jawab kepada publik.
Namun demikian, bukan berarti Bandongemooi meremehkan teori teater yang ada. Dalam hal ini hanya merasa takut terjebak pada teori teater yang sudah dianggap mapan di dunia dan tidak bisa mengikuti teori dan metode seutuhnya. Alasan teater tradisional Longser menginspirasi dalam berkarya, karena Longser sudah sangat akrab dalam perjalanan hidup pelaku didalamnya, baik sebagai apresiator juga sebagai palaku langsung. Sedangkang teore teater barat yang di dalamnya ada Stanislavski, Bertolt Brecht dan teori lain yang didapat dari pendidikan formal, informal dan pengalaman berproses menjadi pisau bedah dalam mempertajam konsep Teater Sabrehna yang dikembangkannya.
Bandoengmooi dan Seni Longser
Mengembangkan Longser berarti kita mengembangkan multi talenta di bidang kesenian, karena Longser merupakan teater tradisional yang memuat berbagai jenis kesenian lokal yang tumbuh di masyarakat termasuk penguasaan keaksaraan. Pertunjukan Longser merupakan ramuan dari seni musik tradisional, seni tari tradisional, seni akting, seni lawak, seni suara (bernyanyi), seni tutur (bercerita) dan seni rupa. Sedangkan bagi pembambangunan kepribadian, Longser mampu mendorong seseorang (pelakunya) untuk berani tampil, percaya diri, dan bertutur kata dengan baik di hadapan umum.
Aktor Longser dituntut merangkai cerita dan penguasan bahasa secara spontan, besar sekali manfaatnya bagi peningkatan penguasaan public speaking. Berlatih akting Longser adalah berlatih mengolah imajinasi, mengolah emosi, mengolah tubuh dan menyerap ilmu pengtahuan yang hasilnya bukan semata untuk mencetak seseorang menjadi pelaku seni, namung dari pengolahan itu secara tidak langsung telah merangsang Kecerdasan Majemuk seseorang yang menjadi landasan pembangunan karakter.
Lawakan yang cukup kentel membuat Longser sangat akrab dengan apresiatornya, ringan dan sangat menghibur. Apabila pengemasannya di tata lebih apik dan senantiasa melihat perkembangan zaman, prospek kedepan Longser terbilang cukup menjajikan. Dunia televisi lokal maupun nasional semakin banyak dan senantiasa melirik, mengingat dunia lawak adalah hiburan yang tidak aus ditelan zaman. Terlahirnya komedian di televisi tidak lepas dari adopsi teater rakyat (Lenong, Longser, Ketoprak dan sabagainya) yang berkembang di Indonesia. Dalam artian, selain bisa hidup sebagaimana Longser seutuhnya, seni longser pun bisa menjadi tempat penggodogan awal untuk menuju entertainer yang cakupannya tidak berkembang di daerah semata. Dibekali penguasaan keberaksaraan yang signifikan, Longser dan pelakunnya bisa didorang menjadi seni dan seniman lokal yang mengglobal, sehingga seni Longser menjadi industri kreatif, sumber mata pencaharian yang dapat meningkatkan kelayakan hidup teruma bagi para pelakunya.
Saat ini masyarakat kita banyak beranggapan bahwa seni Longser hanya sebuah seni pertunjukan teater tradisional yang nilainya tidak lebih dari media hiburan semata. Anggapan itu bisa dibenarkan jika pelaku dan masyarakat apresiatornya hanya memandang satu sisi itu saja. Tapi, ketika mau menelusuri lebih dalam lagi, melihat pada proses kreatif yang dilakukan para awak pentasnya, disana kita melihat ilmu pengetahuan yang terbilang penting untuk digali dan berguna sekali bagi penbangunanan karakter yang telah disebutkan di pembahasan tujuan di atas.
Inovasi seni Longser menjadi sebuah ilmu pengetahuan diluar wujud keseniannya adalah satu cara dari sekian banyak cara yang bisa dikatakan dan cukup ampuh dalam melakukan koservasi/revitalisasi seni budaya lokal Jawa Barat. Sebagai ilmu pengetahuan orang tidak dipaksa untuk menjadi seniman, tapi lewat pembelajaran Longser seseorang didorong menjadi individu yang kreatif, inovatif, produktif, mampu bekerjasama, menciptakan solusi, dan memahami kepemimpinan sejalan dengan harapannya tanpa harus menggangu atau meninggalkan propesi yang digelutinya. Sebagai ilmu, motode pelatihan Longser bisa pula mendorong motivasi, kenyakinan, dan potensi diri kaum pelajar/mahasiswa/masyarakat umum. Pelatihan Longser mendorang/merangsang Kecerdesan Majemuk, nyaitu; Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Matematis, Kecerdasan Visual, Kecerdasan Musikal, Kecerdsan Fisik, Kecerdasan Interpersonal, Kecerdasan Intrapersonal, dan Kecerdasan natural.
Putu Wijaya, seorang penulis, actor juga sutradara teater dan film menyebutkan, “teater tidak hanya membelajarkan orang jadi seniman. Bila orang ingin menjadi anggota masyarakat yang baik atau menjadi pemimpin, tak pelak lagi, ia memerlukan pelatihan teater. Seorang pembawa acara, seorang penyiar, seorang guru, seorang penjaja barang akan sangat terbantu oleh seni akting”.
Lewat cerita yang disampaikan, Seni Longser pun menjadi sarana komunikasi penyampaian informasi penting pada masyarakat, diantanya; 1. Tentang Kesehatan, 2. Tentang Pendidikan, Tentang Lingkungan Hidup, 3. Tentang Sosial dan Politik, 4. Tentang Iptek, 5. Tentang Pemerintahan, 6. Tentang Ketenagakerjaan, dan lain sebagainya.
Pertunjukan Longser juga bukan semata menampilkan seni sebagai media huburan, namun dari karya seni yang ditawarkan mempu memberi nilai edukasi yang dapat meningkat kesadaran budaya dan kesadaran lingkungan, dan membangun citra daerah. Sedangkan bagi para pelaku seni, manfaat kegiatan ini lebih khusus untuk memberi peluang dalam mempresentasikan dan mempromosikan karyanya pada masyarakat umum.
Gelar Pertunjukan Longser adalah upaya pelestarian, mengenalkan dan promosi seni budaya lokal Jawa Barat pada masyarakat yang lebih luas, sekaligus memupuk gairah para seniman untuk terus kembangkan kreativitas dan produktivitas. Kegiatan inipun diharapkan memberi warna pada kemajuan daerah yang penuh irama, dan terasa berdudaya.
Konsep Longser Pancawarna (Asli)
Dari sekian banyak kelompok longser yang menyemarakan Bandung tempo dulu hingga tahun 1980-an, yang tersisa adalah kelompok Pancawarna yang didirikan 1939 oleh seorang maestro longser benama Ateng Japar. Sesuai dengan arti Pancawarna (panca = lima, warna = rupa/ragam), mendiang Ateng Japar menawarkan lima ragam material, yaitu wawayangan, tari cikeruhan, pencak silat, bodoran/lawakan dan lakon/cerita dengan pola pengadegan sebagai berikut :
Tatalu. Musik ditabuh menyongsong kehadiran penonton.
Pembukaan. Setelah penonton yang berdatang dianggap cukup banyak dan diperkirakan dapat memberi keuntungan secara finansial, masuklah para ronggeng dan memeperkenalkan diri, dan salah satu atau dua ronggeng ada yang bertindak sebagai sinden ( penyanyi ). Ia melantukan lagu Kidung. Lagu ini merupakan permohonan ijin atau doa pada Yang Kuasa agar dapat perlindungan adan berkah bagi para pemain ataupun penonton.
Wawayangan. Para ronggeng mulai meperlihatkan kemahirannya menari. Dalam wawayangan ini para penari berusaha untuk menarik perhatian penonton dan di sinilah biasanya penonton tergila-gila pada penari ( ronggeng ). Penaripun selalu mendapat jukukan Si Oray ( Si Ular ), Si Pasir ( anak Panah ), Si Pelor (Peluru) dan lainnya.
Cikeruhan. Istilah ini diambil dari motif tabuhan kendang. Cekeruhan merupakan tarian yang pola tabuhannya bersuber dari ketuk tilu ( genre musik yang menginspirasi terlahirnya Jaipongan ). Tarian ini lebih pleksibel, pemain laki-laki bisa merespon dengan turut nari begitu pula dengan penonnton sehingga susana pertunjukan penuh kehangatan.
Pencak silat. Merupakan ilmu beladiri yang ditampilkan sebagai tarian. Pada nomor ini serang penari wanita dikeroyok beberapa orang laki-laki, tapi semua pengeroyoknya dapat dikalahkan.
Bodoran/Lawakan dan lakon. Adegan ini merupakan adegan paling hangat dan paling disukai penonton. Penonton diajak tertawa lepas oleh candaan spontan, sindirin dan gerak tubuh pemain atau pelesetan jurus pancak silat (pencak bodor).
Konsep Inovasi Longser Bandoengmooi
Seni Pertunjukan kita memiliki ciri yang cukup menarik. Ia sangat lentur sifatnya. Sifat itu terpancar karena lingkungan masyarakatnya selalu berada dalam kondisi yang terus berubah.
Sebagai upaya pengembangan kreatifitas longser Bandoengmooi menawarkan format sebagai berikut ;
Tatalu, pemusik sudah berada di panggung pertunjukan. Musik sudah ditabuh berfungsi sebagai tanda penyambutan kedatangan penonton. Musik senantiasa menyisipkan lagu-lagu lama/baru dan komposisi musik baru buah karya pinata musik sendiri.
Amitsun, pelantunan lagu ucapan rasa sukur pada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tarian I. Merupakan sejenis tari rakyat Jawa Barat yang dibawakan seorang penari atau lebih.
Cerita dan lawakan/bodoran, Cerita lebih terpokus pada satu tema, berstruktur dan dikemas dalam bentuk lawakan/bodoran.
Tarian II, Merupakan penampilan tari rakyat Jawa Barat.
Cerita dan lawakan, Merupakan lanjutan cerita dan lawakan/bodoran.
Tarian III, Tari kreasi baru atau jaipongan. Penari mengajak penonton untuk menari bersama.
Penutup, cerita usai, sutradara atau pengatur laku masuk dan menutup acara, lalu disusul oleh musik instrumental.
Bandoengmooi dan Bangbarongan Munding Dongkol
Hampir semua negara di dunia memiliki mahluk mitologi air. Mahluk-mahluk itu digambarkan seperti manusia, binatang atau paduan setengan badan manusia dan binatang. Wujudnya menyeramkan, tapi ada pula yang berparas cantik.
Sejak dahu hingga sekarang sebagaian masyarakat dikawasan Bandung Raya termasuk di Cimahi terutama yang hidup berdekatan dengan aliran sungai, mengenal istilah Jurig Cai (Siluman/dedemit Air). Yaitu mahluk gaib yang hidup di air dan dianggap berwatak jahat. Mahluh itu termasuk mahluk yang jarang muncul, namun sekali muncul, konon katanya suka menarik orang yang sedang mandi atau berenang kedasar sungai dan mengakibatkan orang itu meninggal dunia.
Jurig Cai digambarkan menyeramkan dan menyerupai kepala binatang seperti buaya, ular, kerbau atau berwujud manusia buruk rupa. Namun ada pula yang menggambarkan menyerupai gulungan samak (tikar) dan orang menyebutnya Lulub Samak. Menggambarkan gelombang air yang mengalir sangat deras dan berputar dikubangan air terjun dan membuat benda-benda atau orang yang masuk dalam kubangan itu turut terbawa berputar.
Sedangkan gambaran mahluk gaib yang menyerupai kerbau masyarakat menyebutnya Siluman Munding Dongkol. Sang penguasa sungai Citarum dan anak sungainya di kawasan Bandung Raya ini bertubuh gempal, tanduk menjulur ke depan, sorot mata yang tajam dan menyeramkan. Kemunculannya dipercaya sangat membahayakan. Mahluk itu muncul menjelang mangrib (senja) dan selalu mengejar orang yang melihatnya. Disisi lain Siluman Munding Dongkol juga sering muncul ketika aliran sungan sedang meluap. Kemunculannya menjadi tanda bahwa di kawasan tersebut bakal terjadi banjir besar.
Munding Dongkol bersemayam dalam air yang tenang senantiasa terjaga dan penuh kelembutan. Lenggoknya bagai riak air danau yang sedang tebarkan pesona. Langkahnya guntai, bergemericik bagai air terjun yang sarat dengan keindahan. Disaat itu, kehidupan pun terasa bergairah dan penuh kedamaian. Namun ketika alam diusik, air tidak memiliki tempat yang memadai untuk bersemayam dengan tenang. Siluman Munding Dongkol terbangunkan dari lelap tidurnya. Kelembutanya berubah menjadi murka dan siap menghancurkan segalaya.
Mitos Jurig Cai, Lulub Samak dan Siluman Munding Dongkol ini menjadi bagian yang tidak tepisahkan dari perkembangan budaya masyarakat Kota Cimahi terutama di kampung Babakan Loa RW 07 Kelurahan Pasirkaliki Cimahi Utara. Salah satunya memberi inspirasi hingga terlahir sebuah karya seni yang disebut Mumundingan.
Mumundingan adalah replika kerbau yang diabuat dari ijuk pohon enau, sejenis seni helaran atau seni arak-arakan dan biasanya digelar pada kegiatan kirab budaya atau karnaval budaya. Sekitar tahun 1970-1980-an seni ini sering digelar pada peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Tiap tanggal 17 Agustus masyarakat Babakan Loa Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cimahi Utara senantiasa melakukan kirab budaya.
Kirab dilakukan dengan berjalan kaki menuju lapangan upacara di lapangan Sriwijaya Cimahi (sekarang menjadi Pasar Antri). Musik yang terus mengiringi tidak membuat lelah para peserta kirab pembawa mumundingan, pembawa dongdang (jempana) berisikan hasil pertanian, pemakai barong (topeng), dan pengiring lainnya. Sepanjang jalan perserta kirab menari dan bergembira merayakan hari kemerdekaan RI.
Terlahirnya Mumundingan bukan semata berkebangnya mitos Siluman Munding Dongkol, namun masyarakat kampung Babakan Loa RW 07 Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cimahi Urata, Kota Cimahi banyak yang memelihara kerbau (bahasa Sunda: munding) sebagai hewan ternak untuk dijual dagingnya dan sabagai hewan yang digunakan untuk membajak sawah.
Agar tidak telampau cape nyabit rumput untuk makanan kerbau, pemilik kerbau biasanya mengembalakan dipadang rumput. Kerbau-kerbau yang berkumpul dipadang rumput itu kadang berkelahi. Lantas menjelang pulang kandang kerbau-kebau dimandikan dan dibiarkan berendam di kubangan sungai.
Lahar pertanian habis dugunakan untuk komlek perumahan, bahkan sebagain besar kampung yang sudah berpenghuni (banyak berdiri rumah) di jual ke pengemabang. Kampung semakin menyempit, tidak ada lagi sungai besar, tidak ada lagi sawah, ladang, dan tidak ada lagi yang beternak kerbau. Sebagian besar penduduk pindah tepat membangun kehidupan baru di wilayah yang berbeda-beda.
Kerbau, Mumundingan dan mitos Siluman Munding Dongkol tahun 1990-an sepi dari wacana kehidupan masyarakat kampung Babakan Loa seiring hilangnya para peternak kerbau, lahan pertanian, perkebunan, sungai tempat mandi, dan sumber mata air. Peradaban kampung berubah menjadi peradaban Kota. Namun demikian sebagian penduduk kampung yang tersisa tidak kehilangan memori masa kecilnya, masa remajanya, masa mengijak dewasa. Kebudayaan yang pernah tumbuh dan menjadi bagian hidupnya mengispirasi, mewujud menjadi kaya seni baru yang berhibungan dengan air juga tanah kelahiran dalam sajian musik, teater dan tari. Mumundingan dan Munding Dongkol kemudian direviralisasi dan direkontruksi dalam bentuk seni Bangbarongan Monding Dongkol.
Bangbarongan Munding Dongkol digagas sejak 2010 dan di gelar pertama pada perayaan hari jadi Kota Cimahi tahun 2011 sebagai seni helaran atau seni yang ditapilkan dalam bentuk kirab budaya dengan wajah baru (kerbaunya tidak lagi dari ijuk) tapi dimodifikasi dari kertas daluang dan kain dengan kerangka tetap berbahan dasar bambu. Barong Munding Dongkol tidak lagi dari bahan dasar kayu tapi mengunakan bahan dasar helem bekas, bakul bambu, spon, kertas daluang dan beberapa barang bekas lainnya.
Seni Bangbarongan Munding Dongkol dikemas dalam bentuk komposisi tari atau tari kreasi baru yang mengacu pada gerak dasar tari tadisional Sunda dengan diiringi instrumen musik Sunda. Pemain yang terlibar antara 20-40 Orang, sepanjang perjalanan kirab mereka menari sambal diringi musik, sesekali berhenti dan melakukan aktrasi dihapan penonton yang dilewatinya.
Sejak tahun 2011seni ini bukan semata digelar di Kota Cimahi dalam acara-acara tertentu, namun digelar pulu pada kirab budaya yang diselenggarakan oleh beberapa Kota/Kabupaten di Jawa Barat mewakili kontingen Kota Cimahi. Selain itu, Bangbarongan Munding Dongkol sering mendapatkan undangan dari komunitas budaya atau pihak swasta seperti dalam kegiatan Braga Festival, Festival Asia Afrika dan lain sebagainya, hingga sampai saat ini menjadi salahsatu seni unggolan Kota Cimahi. Terakhir tampil di luar Kota Cimahi Tahun 2019 pada perayaan hari jadi Kabupaten Subang dan Kabupaten Bandung Barat. Tahun 2020 pademi Covid-19 undangan untuk kirab budaya dari luar Kota dibatalkan dan Bangbarongan Munding Dongkol hanya tampil dalam kegiatan Festival Air 2020 di Kota Cimahi.
Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ritual Ngalokat Cai
Seiring kembangkan seni Bangbarongan Munding Dongkol, juga merekontruksi kirab budaya di Kota Cimahi dengan sebutan Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ritual Ngalokat Cai Cimahi, dan Bangbarongan Munding Dongkol menjadi bagian penting di dalamnya. Yakni sebuah upacara yang bertujuan memulyakan air dan membangun kesadaran masyarakat betapa pentingnya air bersih bagi kehidupan. Air sebagai media menyatukan pikiran dan rasa (Asah, Asih, Asuh) dalam haljaga lemah (tanah), jaga cai (air), dan jaga budaya. Sareundeuk saigel sabobot sapihanean (ringan sama di jinjing berat sama dipikul/gotong royong) bangun kebersamaan.
Jaga Lemah = Pelihara Tanah, sebuah ajakan pada masyarakan untuk senantiasa memelihara tanah agar terhindar dari berbagai percemaran atau bencana dan memelihara tanah dengan menanam puhon untuk menghasilkan oksigen yang bersih dan menyerap udara yang kotor dan menyimpan air bersih.
Jaga Cai = Pelihara Air, sebuah ajakan pada masyarakat untuk senantiasa memelihara kebersiahn air tanah, memelihara sumber mata air yang masih ada dan memelihara kebersihan sungai agar tidak tercemar oleh limbah.
Jaga Budaya = Perlihara Budaya, sebuah ajakan pada masyarakat untuk senantiasa melestarikan keragaman budaya lokal yang tumbuh agar budaya asing tidak sesuia dengan adab budaya bangsa tidak mendominasi dalam kehidupan masyarakat
Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ritual Ngalokat Cai tidak dilakukan oleh satu kelompok tertentu, namun kegiatan ini melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat pelaku budaya. Mereka semuan diwajibakan membawa air bersih dari wilayahnya masing-masing dan diarak bersama menuju satu tempat dengan diringi beragam seni dalam bentuk kirab budaya. Lalu air yang dibawa dari berbagai wilayah itu disatukan dalam satu tempayan besar atau sumur sebagai tanda beneka tunggal ika, walau berbeda-beda tetap satu, satu nusa, satu bangsa, satu tanah air yaitu Indonesia.
Kirab Budaya Ngarak Cai dan Ritual Ngalokat Cai menjadi media komunikasi atau ajang silaturahmi antar masyarakat dan pemerintah daerah dalam menyatukan pikiran dan rasa. Multi efek dari kegiatan ini diharapkan dapat merangsang kreatifitas, tingkatkan produktifitas, kunjungan wisata dan memajukan ekonomi kreatif di Kota Cimahi. Namun lebih penting dari perhelatan budaya ini adalah lahirnya kesadaran seluruh elemen masyarakat betapa pentingnya memulayakan air, kerena air adalah sumber kehidupan. Maka menjadi penting pula menjaga kebersihan air dan lingkungannya dari berbagai pencemaran. Tanah terpelihara, air terpelihara dan budaya terpelihara.
Kirab Budaya Ngarak Caiadalah helaran/karnaval/kirab budaya pembawa air. Peserta kirab terdiri dari pembawa air, penari, pemusik, pemerintah setempat dan pengiring lainnya. Mereka berkumpul di suatu tempat, melakukan aktraksi seni sambil berjalan menuju pusat pertemuan, tempat dilakukannya Ritual Ngalokat Cai.
Ritual Ngalokat Cai Cimahiadalah upacara atau prosesi memasukan dan menyatukan air yang dibawa dari bebera sumber mata air di berbagai wilayah (Kelurahan) di Kota Cimahi ke dalam satu tempayan berukuran besar dan dibawahnya ada tiga titik saluran air yang tertutup. Sebelum memasukan air ke dalam tempayan, tahapannya dimulai dengan prosesi yang terdiri doa sebagai ucup syukur dan permohonan berkah, dilanjutkan tarian dan musik persembahan pembawa air (Nimang Cai, Rengkong Gentong dan Bangbarongan).
Kemudian air yang di bawa penari dimasukun ke dalam tempayan besar, dan air yang dibawa dari berbagai wilayah (Kelurahan) yang diarak dalam kirab, oleh Lurah atau yang mewakilinya di masukan juga pada tempayan besar yang sama. Setelah tempayan besar tersebut terisi air kemudian tiga pimpinan daerah (walikota, wakil walikota, dan sekda) atau yang mewakilinya sama-sama membuka tiga titik saluran air yang ada di tempayan tersebut, sehingga airnya mengalir ke bawah dan ditampung dalam tiga tempayan berukuran sedang. Tiga saluran air dan tiga wadah penampung air adalah simbolisasi dari tritangtu.
Walikota/bupati, wakil walikota/bupati dan Sekda dipersilahkan membasuh mukanya atau berwudu dengan air tersebut, sedangkan air yang ditampung di tiga tempayan secara simbolik oleh ketiga pimpinan daerah tersebut digunakan untuk menyiram pohon/tanaman yang telah disediakan. Prosesi Ngalakot Cai, kemudian dilanjukan dengan pidato walikota/bupati atau yang mewakilinya dan secara simbolik walikota/bupati atau yang mewakilinya memberikan bibit pohon pada Lurah untuk ditanam di wilayah masing-masing. Kegiatan pun ditutup oleh do’a dab ramah tamah.