Rabu, Oktober 9, 2024
spot_img

Kisah Tragis Juragan Kumed

BANDUNG, bandungkiwari – kuparan.com – Kegaduhan Jumat (8/11) malam itu, bukan karena keributan antar kampung atau perseteruan ormas. Melainkan pementasan dari Komunitas Seni Bandoengmooi yang menyajikan tampilan musik berjudul Tarasi (Tatalu Kreasi Tradisi) dan teater berjudul ‘Juragan Kumed’ karya dan sutradara Hermana HMT.

Pada pementasan kali ini Bandoengmooi mengkritisi persoalan sampah dan kolusi. Menurut Hermana praktek pengelolaan sampah hingga saat ini hanya sebatas diangkat oleh petugas pengumpul sampah. Sampah rumah tangga dan sampah industri dibuang ke tempat pembuangan akhir tanpa pengolahan. Bahkan masih banyak yang dibuang di sembarang tempat dan ke sungai sehingga mencemari tanah, air, udara dan menimbulkan berbagai penyakit.

Menurut Hermana, agar sampah tidak bertumpuk di suatu tempat, membentuk pegunungan dan rawan menimbulkan bencana, sumber masalahnya harus diselesaikan dulu di hulu. Sampah mesti habis di rumahan dan industri sehingga tidak banyak dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS). Untuk itu, pemerintah daerah sebagai regulator jangan bosan-bosan mengedukasi dan melibatkan partisipasi masyarakat dalam memberikan solusi pengelolaan sampah.

Belajar dari peristiwa longsor sampah yang merenggut nyawa tidak kurang dari 150 orang pada tahun 2005, di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah Kota Cimahi, Bandoengmooi mencoba mengingatkan masyarakat untuk bijak dalam mengelola sampah.

“Sebaliknya sampah bisa bermanfaat bagi kehidupan jika dikelola dengan baik, diantaranya sampah bisa menghasilkan berbagai produk baru (hasil daur ulang), pupuk, makanan ternak, gas dan listrik,” jelas Hermana.

Pementasan ‘Juragan Kumed’ diambil dari bahasa Sunda yang mengandung arti orang kaya nan kikir. Mengisahkan seseorang bernama Somad yang masa mudanya hidup miskin, tetapi di masa tuanya berubah menjadi orang kaya raya. Namun sayang dirinya tidak pernah mau sedikitpun berbagi dengan orang lain.

Dalam kesehariannya Somad menjadikan sebagian tanahnya sebagai lahan bisnis pembuangan sampah. Namun dirinya mewajibkan setiap orang untuk membayar sewa pembuangan sampah.

Tempat pembuangan sampah membuat masyarakat resah. Sampah yang terus menggunung telah mencemari udara, tanah, air dan menyebabkan orang meninggal dunia. Namun Somad tidak peduli, dirinya telah menyuap Kepala Desa agar dapat meredam warganya dan membereskan semua masalah.

Pada usia tuanya, Juragan Kumed tetap sombong. Uang yang didapat dari sampah akhirnya merenggut nyawanya sendiri. Juragan Kumed mati termakan sumpah serapah sendiri, dia terbawa banjir dan tertimbun sampah yang longsor tergerus air akibat hujan lebat.

Terlepas dari pementasan ‘Juragan Kumed’, pagelaran hasil kerjasama bank BJB, UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat, dan Komunitas Seniman Rumentangsiang (KSR) merupakan evaluasi pelatihan yang diselenggarakan komunitas seni Bandoengmooi selama 2019.

“Bandoengmooi tiap tahun senantiasa melakukan pendidikan non formal dengan memberi pelatihan seni pada masyarakat sekitar Bandung Raya tanpa dipungut biaya dan menggelar pertunjukan seni terutama teater tradisional Jawa Barat (Longser) dan teater modern Indonesia,” ujar Hermana. (Agus Bebeng)

Sumber: kumparan.com – Tahun 2019

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

0FansSuka
3,913PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Latest Articles